Senin, 28 Oktober 2013
IBUKU TERCINTA
Ibu ... aku berhutang padamu
engkau merawatku sejak kecil
dan tiada pernah engkau mengeluh
sungguh jasa mu luarbiasa
engkau adalah anugrah terindah
anugrah terindah dalam hidupku
kau pelita dalam hidupku
kau semangat hidupku
engkau penopang hidupku
meskipun jarak memisahkan kita
pasti engkau selalu dihatiku
engkau menyayangiku dengan tulus
sungguh engkau adalah anugrah terindah
yang Allah berikan padaku
oleh : miftah
VII B
Selasa, 21 Mei 2013
KEAJAIBAN DESAIN ALAM
Keajaiban Rancangan pada Kemampuan Terbang Serangga
Dialah Allah Yang Menciptakan, Yang Mengadakan, Yang Membentuk Rupa, Yang
Mempunyai Asmaaul Husna. Bertasbih kepada-Nya apa yang di langit dan bumi.
Dan Dialah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (Surat al Hasyr: 24)
|
Jika masalah penerbangan direnungkan,
burung segera terlintas dalam pikiran. Namun, burung bukanlah satu-satunya
makhluk yang dapat terbang. Beberapa jenis serangga juga dilengkapi dengan
kemampuan terbang yang melebihi kemampuan burung. Kupu-kupu Raja dapat terbang
dari Amerika Utara hingga ke pedalaman Benua Amerika. Lalat dan capung bahkan
dapat tetap diam di udara.
Para evolusionis menyatakan bahwa serangga
mulai terbang sejak 300 juta tahun yang lalu. Meski demikian, mereka tidak
mampu memberikan jawaban tuntas terhadap pertanyaan-pertanyaan mendasar
seperti: bagaimana caranya serangga pertama membentuk sayap-sayapnya, memulai
terbang, dan bisa diam di udara?
Evolusionis hanya menyatakan bahwa beberapa
lapis kulit tubuhnya mungkin telah berubah menjadi sayap. Sadar akan tidak
meyakinkannya pernyataan mereka, mereka juga menyatakan bahwa contoh
bentuk-bentuk fosil yang menguatkan penilaian ini tidak tersedia lagi.
Padahal, rancangan sempurna pada sayap
serangga tidak meninggalkan ruang bagi kejadian kebetulan. Dalam artikel
berjudul "The Mechanical Design of Insect Wings (Rancang Gerak Sayap
Serangga)," Ahli biologi Inggris Robin Wootton menulis:
Makin baik kita memahami guna sayap-sayap serangga,
makin canggih dan indah rancangannya terlihat… Bentuk-bentuknya umumnya
dirancang dengan cacat sekecil mungkin; cara kerjanya dirancang untuk
menggerakkan bagian-bagian rancangannya dengan cara yang terencana. Sayap-sayap
serangga menggabungkan kedua hal ini menjadi satu, dengan menggunakan
bagian-bagian rancangan dari beragam bahan lentur, yang terangkai secara
sempurna untuk memungkinkan perubahan bentuk dalam menanggapi kekuatan yang
tepat dan untuk menghasilkan pemanfaatan udara sebaik mungkin. Mereka malah
sudah lebih dahulu mempunyainya, jika memang ada kesesuaiannya dengan
teknologi.4
Di sisi lain, tak ada satu bukti fosil pun
untuk khayalan evolusi serangga. Inilah yang disebutkan oleh pakar ilmu hewan
Prancis yang terkenal Pierre Paul Grassé ketika beliau menyatakan, "Kita
berada dalam kegelapan ketika membahas asal mula serangga."5 Sekarang mari kita teliti beberapa keistimewaan
yang menarik dari makhluk-makhluk ini yang meninggalkan para evolusionis di
dalam gelap gulita.
Senin, 15 April 2013
ASMARA MEMANG ANEH
Sebuah kisah dongeng dari seorang manusia cerdik ABUNAWAS ,,, Mari Kita simak bersama dan ambil hikmahnya dari cerita ini
Secara tak terduga Pangeran yang
menjadi putra marikota jatuh sakit. Sudah banyak tabib yang didatangkan untuk
memeriksa dan mengobati tapi tak seorang pun mampu menyembuhkannya. Akhirnya
Raja mengadakan sayembara. Sayembara boleh diikuti oleh rakyat dari semua
lapisan. Tidak terkecuali oleh para penduduk negeri tetangga.
Sayembara yang
menyediakan hadiah menggiurkan itu dalam waktu beberapa hari berhasil menyerap
ratusan peserta. Namun tak satu pun dari mereka berhasil mengobati penyakit sang
pangeran. Akhirnya sebagai sahabat dekat Abu Nawas, menawarkan jasa baik untuk
menolong sang putra mahkota.
Baginda Harun Al Rasyid
menerima usul itu dengan penuh harap. Abu Nawas sadar bahwa dirinya bukan tabib.
Dari itu ia tidak membawa peralatan apa-apa. Para tabib yang ada di istana
tercengang melihat Abu Nawas yang datang tanpa peralatan yang mungkin
diperlukan. Mereka berpikir mungkinkah orang macam Abu Nawas ini bisa mengobati
penyakit sang pangeran? Sedangkan para tabib terkenal dengan peralatan yang
lengkap saja tidak sanggup. Bahkan penyakitnya tidak terlacak. Abu Nawas merasa
bahwa seluruh perhatian tertuju padanya. Namun Abu Nawas tidak begitu
memperdulikannya.
Abu Nawas dipersilahkan
memasuki kamar pangeran yang sedang terbaring. la
menghampiri sang pangeran dan duduk di
sisinya.
Setelah Abu Nawas dan
sang pangeran saling pandang beberapa saat, Abu Nawas berkata, "Saya membutuhkan
seorang tua yang di masa mudanya sering mengembara ke pelosok
negeri."
Orang tua yang
diinginkan Abu Nawas didatangkan. "Sebutkan satu persatu nama-nama desa di
daerah selatan." perintah Abu Nawas kepada
orang tua itu.
Ketika orang tua itu
menyebutkan nama-nama desa bagian selatan, Abu Nawas
menempelkan telinganya ke dada sang pangeran. Kemudian Abu Nawas memerintahkan
agar menyebutkan bagian utara, barat dan timur. Setelah semua bagian negeri
disebutkan, Abu Nawas mohon agar diizinkan mengunjungi sebuah desa di sebelah
utara. Raja merasa heran.
"Engkau kuundang ke sini
bukan untuk bertamasya." "Hamba tidak bermaksud berlibur Yang Mulia." kata Abu
Nawas.
"Tetapi aku belum
paham." kata Raja.
"Maafkan hamba, Paduka
Yang Mulia. Kurang bijaksana rasanya bila hamba jelaskan sekarang." kata Abu
Nawas. Abu Nawas pergi selama dua hari.
Sekembali dari desa itu
Abu Nawas menemui sang pangeran dan membisikkan sesuatu kemudian
menempelkan telinganya ke dada sang
pangeran. Lalu Abu Nawas menghadap Raja.
"Apakah Yang Mulia masih
menginginkan sang pangeran tetap hidup?" tanya Abu Nawas.
"Apa maksudmu?" Raja
balas bertanya.
"Sang pangeran sedang
jatuh cinta pada seorang gadis desa di sebelah utara negeri ini." kata Abu Nawas
menjelaskan.
"Bagaimana kau
tahu?"
"Ketika nama-nama desa
di seluruh negeri disebutkan tiba-tiba degup jantungnya
bertambah keras ketika mendengarkan nama sebuah desa di bagian utara
negeri ini. Dan sang pangeran tidak
berani mengutarakannya kepada Baginda."
"Lalu apa yang harus aku
lakukan?" tanya Raja.
"Mengawinkan pangeran
dengan gadis desa itu."
"Kalau tidak?" tawar
Raja ragu-ragu.
"Cinta itu buta. Bila
kita tidak berusaha mengobati kebutaannya, maka ia akan mati." Rupanya saran Abu
Nawas tidak bisa ditolak. Sang pangeran adalah putra satu-satunya yang merupakan
pewaris tunggal kerajaan.
Abu Nawas benar. Begitu
mendengar persetujuan sang Raja, sang pangeran berangsur-angsur pulih. Sebagai
tanda terima kasih Raja memberi Abu Nawas sebuah cincin permata yang amat
indah.
oo000oo
Sabtu, 26 Januari 2013
KEKALAHAN DAN KEMENANGAN
''Katakanlah,
'Wahai Tuhan yang mempunyai kerajaan, Engkau berikan kerajaan kepada orang yang
Engkau kehendaki dan Engkau cabut kerajaan dari orang yang Engkau kehendaki.
Engkau muliakan orang-orang yang Engkau kehendaki dan engkau hinakan siapa yang
Engkau kehendaki. Di tangan Engkaulah segala kebajikan. Sesungguhnya Engkau
Mahakuasa atas segala sesuatu'.'' (Ali 'Imran: 26). Apa yang dikehendaki Allah
SWT jadi dan apa yang tidak dikehendaki Allah tidak akan jadi. Manusia bisa
merencanakan tetapi Allah jua yang menentukan.
Silih bergantinya siang dan malam, kemenangan dan kekalahan, dan terjadinya perubahan menunjukkan kuasa Allah Sang Pencipta dan Pengatur Alam Semesta serta keterbatasan kita sebagai manusia. Firman Allah SWT, ''Sesungguhnya keadaan-Nya apabila Dia menghendaki sesuatu hanyalah berkata kepadanya, 'Jadilah!' maka terjadilah.'' (Yaa Siin: 82).
Kekalahan atau kegagalan adalah sesuatu yang paling tidak disukai banyak orang dan sulit untuk bisa diterima kecuali oleh orang-orang yang bijak dan berjiwa besar. Sebab, dia mampu melihat hikmah di balik fenomena yang terjadi. Ibarat orang yang menyelam, makin dalam dia menyelam akan semakin berpeluang mendapatkan mutiara.
Karena itu, 'memahami' kekalahan atau kegagalan, bila hanya mengandalkan syahwat indrawi, maka orang akan sering tertipu. Kegagalan atau kekalahan akan dirasakan sangat menyakitkan. Lalu, mengapa kita tidak mengambil hikmahnya? Bukankah kekalahan itu suatu kemenangan yang tertunda? Mungkin ada langkah-langkah kita yang salah, atau mungkin juga ini peringatan Allah agar kita bisa mawas diri dan menemukan yang lebih baik. Kata Rasulullah SAW, ''Dunia (kekuasaan) menurut sifatnya meninggalkan dan ditinggalkan.'' Dengan kata lain, dunia (kekuasaan/jabatan/kedudukan) tidak ada yang kekal, semua akan berubah silih berganti, datang dan pergi.
Itulah yang namanya dunia. Karena itu, kalau kita hanya silau pada kesenangan dan kenikmatan dunia, yang kita jumpai pasti hal yang tidak pasti, semu, bahkan menyakitkan. Mungkin dengan kekalahan atau kegagalan itu agar kita mau tersadar dan menundukkan kepala, barangkali kita selama ini selalu menengadah angkuh. Di sisi lain kemenangan atau keberhasilan adalah sesuatu yang tentu sangat menyenangkan. Karena menyenangkan, orang terkadang menjadi lupa diri.
Kemenangan lalu diekspresikan dengan kesombongan, congkak, dan bahkan lupa diri kepada yang memberi nikmat. Padahal, semua nikmat yang Allah berikan ada tanggung jawab dan konsekuensinya. Umar bin Abdul Aziz ketika dibaiat sebagai khalifah bukan merasa senang, tetapi justru bersedih seraya berucap, ''Inna lillahi wa inna ilaihi raji'un.'' Agaknya, beliau tahu betul di balik pengangkatan dirinya itu ada tanggung jawab yang besar di pundaknya sebagai amanah yang harus ditunaikan dan dipertanggungjawabkan di hadirat Allah SWT kelak.
Sayidina Ali bin Abi Thalib pernah berkata, ''Kekuasaan itu bagai ular berbisa, lembut disentuhnya tetapi tetap dia berbisa.'' Wallahu a'lam. (Abul Hidayat Saerodjie)
republika
Silih bergantinya siang dan malam, kemenangan dan kekalahan, dan terjadinya perubahan menunjukkan kuasa Allah Sang Pencipta dan Pengatur Alam Semesta serta keterbatasan kita sebagai manusia. Firman Allah SWT, ''Sesungguhnya keadaan-Nya apabila Dia menghendaki sesuatu hanyalah berkata kepadanya, 'Jadilah!' maka terjadilah.'' (Yaa Siin: 82).
Kekalahan atau kegagalan adalah sesuatu yang paling tidak disukai banyak orang dan sulit untuk bisa diterima kecuali oleh orang-orang yang bijak dan berjiwa besar. Sebab, dia mampu melihat hikmah di balik fenomena yang terjadi. Ibarat orang yang menyelam, makin dalam dia menyelam akan semakin berpeluang mendapatkan mutiara.
Karena itu, 'memahami' kekalahan atau kegagalan, bila hanya mengandalkan syahwat indrawi, maka orang akan sering tertipu. Kegagalan atau kekalahan akan dirasakan sangat menyakitkan. Lalu, mengapa kita tidak mengambil hikmahnya? Bukankah kekalahan itu suatu kemenangan yang tertunda? Mungkin ada langkah-langkah kita yang salah, atau mungkin juga ini peringatan Allah agar kita bisa mawas diri dan menemukan yang lebih baik. Kata Rasulullah SAW, ''Dunia (kekuasaan) menurut sifatnya meninggalkan dan ditinggalkan.'' Dengan kata lain, dunia (kekuasaan/jabatan/kedudukan) tidak ada yang kekal, semua akan berubah silih berganti, datang dan pergi.
Itulah yang namanya dunia. Karena itu, kalau kita hanya silau pada kesenangan dan kenikmatan dunia, yang kita jumpai pasti hal yang tidak pasti, semu, bahkan menyakitkan. Mungkin dengan kekalahan atau kegagalan itu agar kita mau tersadar dan menundukkan kepala, barangkali kita selama ini selalu menengadah angkuh. Di sisi lain kemenangan atau keberhasilan adalah sesuatu yang tentu sangat menyenangkan. Karena menyenangkan, orang terkadang menjadi lupa diri.
Kemenangan lalu diekspresikan dengan kesombongan, congkak, dan bahkan lupa diri kepada yang memberi nikmat. Padahal, semua nikmat yang Allah berikan ada tanggung jawab dan konsekuensinya. Umar bin Abdul Aziz ketika dibaiat sebagai khalifah bukan merasa senang, tetapi justru bersedih seraya berucap, ''Inna lillahi wa inna ilaihi raji'un.'' Agaknya, beliau tahu betul di balik pengangkatan dirinya itu ada tanggung jawab yang besar di pundaknya sebagai amanah yang harus ditunaikan dan dipertanggungjawabkan di hadirat Allah SWT kelak.
Sayidina Ali bin Abi Thalib pernah berkata, ''Kekuasaan itu bagai ular berbisa, lembut disentuhnya tetapi tetap dia berbisa.'' Wallahu a'lam. (Abul Hidayat Saerodjie)
republika
Rabu, 23 Januari 2013
Air Mata Surga
t
hitam pekat, tak ada kerlip bintang yang mengintip di sana. Aku merasa takut.
Ganasnya malam menuntunku masuk ke dalam rumah kecilku yang hangat. Aku
bergabung bersama mata-mata yang penuh kasih sayang. Bersama ayah, ibu, dan kakak
perempuanku. Kami bercengkerama penuh canda. Inilah saat-saat terindah dalam
hidupku, bersama orang-orang yang mengasihi dan mencintaiku dengan ketulusan
yang luar biasa.
Sejenak
semuanya diam. Penantian detik demi detik pada putaran jam membuat suasana
menjadi hening. Terkejut aku seketika, demi mendengar penuturan ayah yang
dengan saksama aku perhatikan.
“Nduk,
sebaiknya kamu belajar di pondok pesantren.”ucap ayah.
“Iya
Dik, dengan belajar di pondok pesantren Adik bisa belajar disiplin
waktu.”timpal kakak.
Wow… Hal
yang tak pernah kubayangkan sebelumnya. Bahkan terlintas di benakku pun tidak.
Pondok pesantren? Tempat apa itu? Menurutku itu pasti tempat yang mengerikan.
Tanpa ayah, tanpa ibu dan kakak tersayang. Tentu aku bagai dipenjara dan
terpasung jika benar-benar
dipondokpesantrenkan.
Astaghfirrullah…ini
mimpi buruk, bahkan teramat buruk bagiku. Dari kecil belum pernah jauh dari
ayah ibu, keluarga yang penuh cinta.
Kasih sayang dan tutur kata lembut yang selalu kudengar di setiap
dimensi waktu takkan sering kudengar lagi. Jika aku ditanya hal apa yang paling
aku takutkan adalah jika harus berpisah dengan orang-orang yang menyayangiku. Dan
aku pun sangat menyayangi mereka. Mana mungkin aku bisa berpisah dengan mereka?
Ingin
hati menolak keinginan ayah. Tanganku mulai terasa dingin dengan mata
berkaca-kaca. Aku tak berdaya, bahkan untuk memeluk ibu sekalipun. Ya Allah,
jawaban apa yang harus kuberikan kepada ayah? Hati dan perasaan ini tak kuasa
menanggung beban yang bagiku sangat berat. Segalanya menjadi rumit tak
berujung.
Akhirnya
kuberanikan diri untuk minta waktu kepada ayah untuk menjawab keinginan ayah.
Kemudian kulangkahkan kaki menuju tempat paling istimewa di antara ruangan yang
ada di rumahku. Tempat aku menangis dan tersenyum. Tempat aku menumpahkan
segala rasa. Tempat di mana ciuman hangat ibu selalu mendarat di kening dan
pipiku saat aku memejamkan mata dalam akhir malamku. Juga tempat di mana aku
selalu dibelai manja oleh tangan ibu ketika membangunkan tidurku tiap pagi.
Saat ini, di sini, di kamar ini, air mataku tak sanggup lagi kubendung. Aku
menangis, semenangis-menangisnya.
Senja
mulai berganti dengan malam. Tiba saat yang sangat kubenci. Aku mencium tangan
kedua orang tuaku. Kuberanjak. Beralih dari dari pintu menuju motor yang akan
dikemudikan oleh ayah. Tak kuat lagi aku melambaikan tangan ini ke arah pemilik
mata yang indah di depan pintu. Mata indah ibu dan kakakku. Aku masih sempat
meyakinkan hatiku. Yakin bahwa rencana-Nya adalah lebih baik dari rencanaku
sebagai manusia yang penuh salah dan dosa. Rencana-Nya adalah yang terbaik dari
seluruh rencana yang dibuat oleh siapapun, dalam kondisi apapun. Bahwa ridho
orang tua adalah penentu ridho Allah, yang membuat aku agak merasa ringan
melangkah.
Sampailah
aku di tempat yang tak penah aku berpikir untuk menempatinya. Surga atau neraka? Aku mencoba menepis pertanyaan dalam benakku itu.
Suka atau tidak. Mau atau tidak, aku harus menjalani kehidupan baruku di sini,
hari demi hari. Di pondok pesantren.
Aku
tidur di sebuah kamar kecil tanpa alas kasur yang empuk, yang di sebut gothak.
Tiap pagi pintu kamar digedor untuk membangunkan para santri untuk sholat
subuh. Suara keras pengeras suara dari mushola malah selalu memaksa. Memaksa
untuk segera membuka mata yang masih mengantuk. Memaksa untuk segera ambil air
wudhu. Memaksa untuk segera sholat. Entah percaya atau tidak, tiap kali
mendengar adzan subuh, aku selalu menutup telingaku rapat-rapat. Suara itu
menyiksaku.
Hari demi hari
berlalu. Seperti itu dan seperti itu. Akhirnya menjadi sebuah rutinitas dan
tradisi bagiku semua keadaan yang ada di pondok pesantren. Termasuk ketika
harus terbangun di sepertiga malam untuk sholat tahajut. Di saat sholat tahajut
inilah, air mataku selalu menetes. Barangkali saat itulah kesadaranku mulai ada.
Aku merasakan begitu nista, hingga kelembutan suara adzan pun terasa bising
bagiku. Aku menangis. Dan menangis. Ampuni
aku ya Allah….
Bulan
pertama aku hidup dalam penjara suci. Perputaran roda kehidupan membawaku
berdiri pada satu titik perubahan. Neraka buatanku itu beranjak mengindah.
Penjara yang juga buatanku itu menjadi begitu nikmat. Suara adzan itu berubah
menjadi suara malaikat yang penuh cinta. Gedoran pintu gothak kini menjadi
dongeng yang luar biasa.
Perubahan
yang begitu luar biasa, aku bisa menjalankan sholat lima waktu dengan berjamah,
tiap hari bisa sholat malam, bisa belajar pada pukul 02.00 dini hari, puasa
Senin-Kamis pun bisa aku jalani dengan senang hati. Semua itu bisa aku lakukan
dengan rasa yang nikmat dan gembira.
Benar
pesan ayah kala itu. Bahwa di pondok pesantren mencari ilmu menuju surga bukan sekadar untuk mencari banyak teman. Hal itulah yang
selalu menguatkanku ketika aku merasa tersakiti oleh sikap ataupun ucapan
teman-temanku. Aku hanya diam, dan berusaha tidak marah dengan semuanya.
Meskipun ketika aku harus belajar, terpaksa mendengar suara musik dari handphone teman. Aku mencoba untuk bisa memahami bahwa
setiap orang berbeda karakternya. Makanan ala kadarnya pun mengajariku terus
bersyukur. Bersyukur masih ada makanan untuk disantap. Di sini aku belajar
kehidupan, bahwa bahagia itu sederhana. Mimpi buruk akan berubah fakta yang
indah ketika dijalani dengan senyuman.
Bisa
menerima dan menjalali hal yang lebih baik membuatku semakin bersyukur di
setiap nafas yang terhembus. Sekarang semuanya menjadi indah . Aku yakin
sekarang cinta Allah menuntunku pada satu titik terang. Titik terang itulah
yang kuharapkan bisa meraih surga Allah kelak. Semoga berawal dari air mata,
aku sanggup menggenggam surga, menggapai ridha Illahi. Amin.
Karya
: Tiyas IXF
PENJUAL KUE
Seorang pemuda masuk ke dalam sebuah restoran untuk memesan makanan. Tak lama kemudian makanan yang dipesan datang. Ketika pemuda itu hendak menyantap makanannya, datanglah seorang anak perempuan kecil yang sedang menjajakan kue kepadanya. “Bapak mau beli kue?”Dengan ramah pemuda yang sedang makan tersebut menjawab, “Tidak, Dik saya sedang makan.”
Gadis kecil itu tidak tampak
berputus asa dengan tawaran pertama. Ia menunggu hingga pemuda itu selesai
makan, kemudian kembali ia menawarkan dagangannya, “Pak, mau beli kue, Pak?”Pemuda tersebut menjawab, “Tidak
Dik, saya kan habis makan. Jadi saya sudah kenyang.” Pemuda itu lalu membayar di kasir
lalu beranjak pergi dari rumah makan tersebut. Si gadis penjaja kue itu
mengikutinya.
Sudah seharian ia menjajakan kue buatan ibunya. Ia tidak menyerah
pada usahanya meskipun mungkin hanya penolakan yang ia dapatkan. Anak kecil itu
berpikir untuk menawarkan sekali lagi kuenya kepada pemuda itu. Siapa tahu
kue-kue itu akan dijadikan oleh-oleh untuk keluarganya di rumah.Apa yang dilakukan oleh gadis kecil
itu adalah usaha gigih demi membantu ibunya menymbung kehidupan yang barangkali
serba pas-pasan atau bahkan serba kekurangan. Dan usaha semacam itu tidak
mungkin dimiliki oleh setiap orang. Saat pemuda itu keluar dari dari rumah
makan, anak kecil penjaja kue itu menawarkan kue untuk ketiga kalinya.
“Pak, mau beli kue buatan ibu saya?” Dan, kali ini pemuda itu merasa
risih untuk menolak. Kemudian dikelurkannya uang rp1.500,00 dari dompetnya dan
diberikan kepada anak kecil itu.
“Dik, ambil uang ini. Saya tidak
membeli kue adik. Anggap saja ini sebagai sedekah dari saya untuk Adik.”
Ujarnya.
Anak itu menerima uang pemberian
pemuda itu yang konon sebagai sedekah untuknya. Dan anak kecil itu memberikan
uang pemberian pemuda itu kepada pengemis yang sedang meminta-minta, yang
kebetulan tidak berada jauh dari tempat anak kecil dan pemuda itu berdiri. Betapa
terkejutnya pemuda itu. Ia membatin, “Bagaimana anak ini? Diberi uang malah
diberikan kepada orang lain.”
“Kenapa kamu berikan uangnya kepada
orang lain, Dik? Mengapa tidak kamu ambil saja?” Tanya pemuda itu.
Anak penjaja kue itu tersenyum
sangat lugu dan menjawab, “Saya sudah berjanji kepada ibu di rumah untuk
menjualkan kue buatan beliau, bukan menjadi pengemis. Dan saya akan bangga
pulang ke rumah bertemu ibu kalau kue buatan ibu habis terjual. Uang yang saya
berikan kepada ibu hasil usaha kerja keras saya. Ibu tidak suka saya jadi
pengemis.
KALAU KITA MATI KITA BAWA APA..?
öNs9r& Èbù't tûïÏ%©#Ï9 (#þqãZtB#uä br& yìt±ørB öNåkæ5qè=è% Ìò2Ï%Î! «!$# $tBur tAttR z`ÏB Èd,ptø:$# wur (#qçRqä3t tûïÏ%©!$%x. (#qè?ré& |=»tGÅ3ø9$# `ÏB ã@ö6s% tA$sÜsù ãNÍkön=tã ßtBF{$# ôM|¡s)sù öNåkæ5qè=è% ( ×ÏWx.ur öNåk÷]ÏiB cqà)Å¡»sù ÇÊÏÈ
Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang
beriman, untuk tunduk hati mereka mengingat Allah dan kepada kebenaran yang
telah turun (kepada mereka), dan janganlah mereka seperti orang-orang yang
sebelumnya telah diturunkan Al kitab kepadanya, kemudian berlalulah masa yang
panjang atas mereka lalu hati mereka menjadi keras. dan kebanyakan di
antara
mereka adalah orang-orang yang fasik.
Selama
ini betapa banyak orang yang sibuk memikirkan bagaimana mereka
akan menghadapi
masa tua mereka, takut jika tak memiliki
harta di saat tubuh mereka sudah tak memungkinkan lagi tuk bekerja, takut tak dapat lagi memenuhi kebutuhan di saat
tak ada lagi pendapatan yang mereka andalakan. Tapi bukankah hanya itu yang
mereka pikirkan , mereka tak berpikir bagaimana mencari dan mengumpulkan bekal
tuk masa setelah mereka tua, mereka seakan diperbudak oleh kemuslihatan dunia
yang fana, mereka dituntut untuk mencari kesejahteraan diri, kesejahteraan yang
tak pernah memberikan kepuasan dan slalu menuntut manusia untuk terus mencari,
mencari, dan mencari kesejahteran itu dan menjadikannya hal terpenting yang
bahkan jauh lebih penting dari pada usaha untuk mencari bekal melewati masa
setelah mereka tua, mereka tak pernah sadar bahwa kata “mati” ini dapat datang
kapan dan di mana saja bahkan saat kita berdiri di masa ema
Masa
setelah tua adalah masa yang paling lama yang akan kita alami. Masa yang kekal
abadi, masa yang siap mengungkit dan menceritakan perjalanan hidup kita entah
itu baik atau buruk tanpa kita harus meberitahunya terlebih dahulu, masa ini
adalah masa yang siap memberikan kita jawaban atas segala hal yang kita lakukan
dalam hidup kita, masa ini adalah masa setelah kita mati
.
@yd y79s?r& ß]Ïym Ïpuϱ»tóø9$# ÇÊÈ ×nqã_ãr >Í´tBöqt îpyèϱ»yz ÇËÈ ×'s#ÏB%tæ ×pt6Ϲ$¯R ÇÌÈ 4n?óÁs? #·$tR ZpuÏB%tn ÇÍÈ 4s+ó¡è@ ô`ÏB Aû÷ütã 7puÏR#uä ÇÎÈ }§ø©9 öNçlm; îP$yèsÛ wÎ) `ÏB 8ìÎÑ ÇÏÈ w ß`ÏJó¡ç wur ÓÍ_øóã `ÏB 8íqã_ ÇÐÈ ×nqã_ãr 7Í´tBöqt ×puH¿å$¯R ÇÑÈ $pkÈ÷è|¡Ïj9 ×puÅÊ#u ÇÒÈ Îû >p¨Zy_ 7puÏ9%tæ ÇÊÉÈ
.
sudah datangkah kepadamu berita
(Tentang) hari pembalasan? banyak muka pada hari itu tunduk terhina, bekerja
keras lagi kepayahan, memasuki api yang sangat panas (neraka),diberi minum
(dengan air) dari sumber yang sangat panas. mereka tiada memperoleh makanan
selain dari pohon yang berduri, yang tidak menggemukkan dan tidak pula
menghilangkan lapar. banyak muka pada hari itu berseri-seri, merasa senang
karena usahanya, dalam syurga yang tinggi.
Adakah yang berpikir kita pasti bahagia setelah kita
mati.? Atau berpikir bahwa kejahatan kita akan dilupakan setelah kita mati.?
Jika kalian berpikir seperti itu maka kalian salah, siapa bilang kita pasti
bahagia setelah kita mati justru setelah kita mati kita akan berada pada masa
yang penuh konsekuensi, konsekuensi
atas segala tindakan yang kita lakukan di dunia, konsekunsi yang jauh lebih
berat dari masa tua kita, konsekuensi yang harusnya kita persiapkan dari awal
dan bukan malah menyelewengkan konsekuensi itu. Jika kita mempersiapkan semuanya
dengan matang maka jawaban dari konsekuensi yang akan kita terima adalah
mendapatkan kebahagiaan dan kenikmatan yang bahkan belum pernah kita bayangkan
sebelumnya, sebaliknya jika kita tidak mempersiapkan semuanya dengan matang itu
berarti jawaban dari konsekuensi yang kita terima adalah mendapatkan rasa pahit
dan sakitnya penderitaan yang kekal.
Sayangnya,
kini itu bukan lagi menjadi acuan utama seseorang untuk hidup, acuan utama
seseorang hidup sekarang ini adalah menjadi yang terkaya dan terpopuler di antara
rekan-rekannya, mereka berlomba dan tidak berpikir bahwa kepopuleran dan
kekayaan itu yang mungkin justru menjerumuskan mereka pada penderitaan.
Orang – orang di dunia ini masih sangat gamang
memikirkan kehidupan dunia, mereka terlihat santai dan tak peduli tentang masa setelah
mati, mereka seakan berpikir bahwa mereka masih akan hidup 1000 tahun lagi
padahal jika memang waktu itu telah tiba mereka bisa menutup mata tuk selamanya
esok pagi di saat mereka sudah mempunyai banyak rencana yang akan ia lakukan.
Oleh
karena itu sebelum tiba masa di mana nafas sudah tersekat di tenggorokan, lekas
kumpulkan bekal, bukan bekal tuk masa tua kita melainkan bekal tuk masa setelah
kita mati dan rubah segala hal yang belum benar menjadi benar dengan selalu
berpikir bahwa kata “mati” siap menjemput kita kapan dan di mana saja kita
berada. Mumpung belum terlambat sahabat...!
Beginilah keadaan ketika kita sudah tak
dapat lagi menghirup udara segar yang nikmat ini..
‘tsa’
Langganan:
Postingan (Atom)