''Katakanlah,
'Wahai Tuhan yang mempunyai kerajaan, Engkau berikan kerajaan kepada orang yang
Engkau kehendaki dan Engkau cabut kerajaan dari orang yang Engkau kehendaki.
Engkau muliakan orang-orang yang Engkau kehendaki dan engkau hinakan siapa yang
Engkau kehendaki. Di tangan Engkaulah segala kebajikan. Sesungguhnya Engkau
Mahakuasa atas segala sesuatu'.'' (Ali 'Imran: 26). Apa yang dikehendaki Allah
SWT jadi dan apa yang tidak dikehendaki Allah tidak akan jadi. Manusia bisa
merencanakan tetapi Allah jua yang menentukan.
Silih bergantinya siang
dan malam, kemenangan dan kekalahan, dan terjadinya perubahan menunjukkan kuasa
Allah Sang Pencipta dan Pengatur Alam Semesta serta keterbatasan kita sebagai
manusia. Firman Allah SWT, ''Sesungguhnya keadaan-Nya apabila Dia menghendaki
sesuatu hanyalah berkata kepadanya, 'Jadilah!' maka terjadilah.'' (Yaa Siin:
82).
Kekalahan atau kegagalan adalah sesuatu yang paling tidak disukai
banyak orang dan sulit untuk bisa diterima kecuali oleh orang-orang yang bijak
dan berjiwa besar. Sebab, dia mampu melihat hikmah di balik fenomena yang
terjadi. Ibarat orang yang menyelam, makin dalam dia menyelam akan semakin
berpeluang mendapatkan mutiara.
Karena itu, 'memahami' kekalahan atau
kegagalan, bila hanya mengandalkan syahwat indrawi, maka orang akan sering
tertipu. Kegagalan atau kekalahan akan dirasakan sangat menyakitkan. Lalu,
mengapa kita tidak mengambil hikmahnya? Bukankah kekalahan itu suatu kemenangan
yang tertunda? Mungkin ada langkah-langkah kita yang salah, atau mungkin juga
ini peringatan Allah agar kita bisa mawas diri dan menemukan yang lebih baik.
Kata Rasulullah SAW, ''Dunia (kekuasaan) menurut sifatnya meninggalkan dan
ditinggalkan.'' Dengan kata lain, dunia (kekuasaan/jabatan/kedudukan) tidak ada
yang kekal, semua akan berubah silih berganti, datang dan pergi.
Itulah
yang namanya dunia. Karena itu, kalau kita hanya silau pada kesenangan dan
kenikmatan dunia, yang kita jumpai pasti hal yang tidak pasti, semu, bahkan
menyakitkan. Mungkin dengan kekalahan atau kegagalan itu agar kita mau tersadar
dan menundukkan kepala, barangkali kita selama ini selalu menengadah angkuh. Di
sisi lain kemenangan atau keberhasilan adalah sesuatu yang tentu sangat
menyenangkan. Karena menyenangkan, orang terkadang menjadi lupa diri.
Kemenangan lalu diekspresikan dengan kesombongan, congkak, dan bahkan
lupa diri kepada yang memberi nikmat. Padahal, semua nikmat yang Allah berikan
ada tanggung jawab dan konsekuensinya. Umar bin Abdul Aziz ketika dibaiat
sebagai khalifah bukan merasa senang, tetapi justru bersedih seraya berucap,
''Inna lillahi wa inna ilaihi raji'un.'' Agaknya, beliau tahu betul di balik
pengangkatan dirinya itu ada tanggung jawab yang besar di pundaknya sebagai
amanah yang harus ditunaikan dan dipertanggungjawabkan di hadirat Allah SWT
kelak.
Sayidina Ali bin Abi Thalib pernah berkata, ''Kekuasaan itu bagai
ular berbisa, lembut disentuhnya tetapi tetap dia berbisa.'' Wallahu a'lam.
(Abul Hidayat Saerodjie)
republika
Tidak ada komentar:
Posting Komentar