Senin, 28 Oktober 2013

IBUKU TERCINTA


Ibu ... aku berhutang padamu
engkau merawatku sejak kecil
dan tiada pernah engkau mengeluh
sungguh jasa mu luarbiasa
engkau adalah anugrah terindah
anugrah terindah dalam hidupku

kau pelita dalam hidupku
kau semangat hidupku
engkau penopang hidupku
meskipun jarak memisahkan kita
pasti engkau selalu dihatiku
engkau menyayangiku dengan tulus
sungguh engkau adalah anugrah terindah
yang Allah berikan padaku

oleh : miftah
VII B


Selasa, 21 Mei 2013

KEAJAIBAN DESAIN ALAM


Keajaiban Rancangan pada Kemampuan Terbang Serangga

Dialah Allah Yang Menciptakan, Yang Mengadakan, Yang Membentuk Rupa, Yang Mempunyai Asmaaul Husna. Bertasbih kepada-Nya apa yang di langit dan bumi. Dan Dialah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (Surat al Hasyr: 24)

Jika masalah penerbangan direnungkan, burung segera terlintas dalam pikiran. Namun, burung bukanlah satu-satunya makhluk yang dapat terbang. Beberapa jenis serangga juga dilengkapi dengan kemampuan terbang yang melebihi kemampuan burung. Kupu-kupu Raja dapat terbang dari Amerika Utara hingga ke pedalaman Benua Amerika. Lalat dan capung bahkan dapat tetap diam di udara.
Para evolusionis menyatakan bahwa serangga mulai terbang sejak 300 juta tahun yang lalu. Meski demikian, mereka tidak mampu memberikan jawaban tuntas terhadap pertanyaan-pertanyaan mendasar seperti: bagaimana caranya serangga pertama membentuk sayap-sayapnya, memulai terbang, dan bisa diam di udara?
Evolusionis hanya menyatakan bahwa beberapa lapis kulit tubuhnya mungkin telah berubah menjadi sayap. Sadar akan tidak meyakinkannya pernyataan mereka, mereka juga menyatakan bahwa contoh bentuk-bentuk fosil yang menguatkan penilaian ini tidak tersedia lagi.
Padahal, rancangan sempurna pada sayap serangga tidak meninggalkan ruang bagi kejadian kebetulan. Dalam artikel berjudul "The Mechanical Design of Insect Wings (Rancang Gerak Sayap Serangga)," Ahli biologi Inggris Robin Wootton menulis:
Makin baik kita memahami guna sayap-sayap serangga, makin canggih dan indah rancangannya terlihat… Bentuk-bentuknya umumnya dirancang dengan cacat sekecil mungkin; cara kerjanya dirancang untuk menggerakkan bagian-bagian rancangannya dengan cara yang terencana. Sayap-sayap serangga menggabungkan kedua hal ini menjadi satu, dengan menggunakan bagian-bagian rancangan dari beragam bahan lentur, yang terangkai secara sempurna untuk memungkinkan perubahan bentuk dalam menanggapi kekuatan yang tepat dan untuk menghasilkan pemanfaatan udara sebaik mungkin. Mereka malah sudah lebih dahulu mempunyainya, jika memang ada kesesuaiannya dengan teknologi.4
Di sisi lain, tak ada satu bukti fosil pun untuk khayalan evolusi serangga. Inilah yang disebutkan oleh pakar ilmu hewan Prancis yang terkenal Pierre Paul Grassé ketika beliau menyatakan, "Kita berada dalam kegelapan ketika membahas asal mula serangga."5 Sekarang mari kita teliti beberapa keistimewaan yang menarik dari makhluk-makhluk ini yang meninggalkan para evolusionis di dalam gelap gulita.

Senin, 15 April 2013

PUISI GELAP

ASMARA MEMANG ANEH


Sebuah kisah dongeng dari seorang manusia cerdik ABUNAWAS  ,,, Mari Kita simak bersama dan ambil hikmahnya dari cerita ini 

Secara tak terduga Pangeran yang menjadi putra marikota jatuh sakit. Sudah banyak tabib yang didatangkan untuk memeriksa dan mengobati tapi tak seorang pun mampu menyembuhkannya. Akhirnya Raja mengadakan sayembara. Sayembara boleh diikuti oleh rakyat dari semua lapisan. Tidak terkecuali oleh para penduduk negeri tetangga.

Sayembara yang menyediakan hadiah menggiurkan itu dalam waktu beberapa hari berhasil menyerap ratusan peserta. Namun tak satu pun dari mereka berha­sil mengobati penyakit sang pangeran. Akhirnya sebagai sahabat dekat Abu Nawas, menawarkan jasa baik untuk menolong sang putra mahkota.

Baginda Harun Al Rasyid menerima usul itu dengan penuh harap. Abu Nawas sadar bahwa dirinya bukan tabib. Dari itu ia tidak membawa peralatan apa-apa. Para tabib yang ada di istana tercengang melihat Abu Nawas yang datang tanpa peralatan yang mungkin diperlukan. Mereka berpikir mungkinkah orang macam Abu Nawas ini bisa mengobati penyakit sang pangeran? Sedangkan para tabib terkenal dengan peralatan yang lengkap saja tidak sanggup. Bahkan penyakitnya tidak terlacak. Abu Nawas merasa bahwa seluruh perhatian tertuju padanya. Namun Abu Nawas tidak begitu memperdulikannya.

Abu Nawas dipersilahkan memasuki kamar pange­ran yang sedang terbaring. la menghampiri sang pange­ran dan duduk di sisinya.

Setelah Abu Nawas dan sang pangeran saling pandang beberapa saat, Abu Nawas berkata, "Saya membutuhkan seorang tua yang di masa mudanya sering mengembara ke pelosok negeri."

Orang tua yang diinginkan Abu Nawas didatangkan. "Sebutkan satu persatu nama-nama desa di daerah se­latan." perintah Abu Nawas kepada orang tua itu.

Ketika orang tua itu menyebutkan nama-nama de­sa bagian selatan, Abu Nawas menempelkan telinganya ke dada sang pangeran. Kemudian Abu Nawas memerintahkan agar menyebutkan bagian utara, barat dan timur. Setelah semua bagian negeri disebutkan, Abu Nawas mohon agar diizinkan mengunjungi sebuah desa di sebelah utara. Raja merasa heran.

"Engkau kuundang ke sini bukan untuk bertamasya." "Hamba tidak bermaksud berlibur Yang Mulia." kata Abu Nawas.

"Tetapi aku belum paham." kata Raja.

"Maafkan hamba, Paduka Yang Mulia. Kurang bijaksana rasanya bila hamba jelaskan sekarang." kata Abu Nawas. Abu Nawas pergi selama dua hari.

Sekembali dari desa itu Abu Nawas menemui sang pangeran dan membisikkan sesuatu kemudian menem­pelkan telinganya ke dada sang pangeran. Lalu Abu Nawas menghadap Raja.

"Apakah Yang Mulia masih menginginkan sang pangeran tetap hidup?"  tanya Abu Nawas.

"Apa maksudmu?" Raja balas bertanya.

"Sang pangeran sedang jatuh cinta pada seorang gadis desa di sebelah utara negeri ini." kata Abu Nawas menjelaskan.

"Bagaimana kau tahu?"

"Ketika nama-nama desa di seluruh negeri disebut­kan tiba-tiba degup jantungnya bertambah keras ketika mendengarkan nama sebuah desa di bagian utara ne­geri ini. Dan sang pangeran tidak berani mengutarakannya kepada Baginda."

"Lalu apa yang harus aku lakukan?" tanya Raja.

"Mengawinkan pangeran dengan gadis desa itu."

"Kalau tidak?" tawar Raja ragu-ragu.

"Cinta itu buta. Bila kita tidak berusaha mengobati kebutaannya, maka ia akan mati." Rupanya saran Abu Nawas tidak bisa ditolak. Sang pangeran adalah putra satu-satunya yang merupakan pewaris tunggal kerajaan.

Abu Nawas benar. Begitu mendengar persetujuan sang Raja, sang pangeran berangsur-angsur pulih. Sebagai tanda terima kasih Raja memberi Abu Nawas se­buah cincin permata yang amat indah.

oo000oo

Sabtu, 26 Januari 2013

KEKALAHAN DAN KEMENANGAN

''Katakanlah, 'Wahai Tuhan yang mempunyai kerajaan, Engkau berikan kerajaan kepada orang yang Engkau kehendaki dan Engkau cabut kerajaan dari orang yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan orang-orang yang Engkau kehendaki dan engkau hinakan siapa yang Engkau kehendaki. Di tangan Engkaulah segala kebajikan. Sesungguhnya Engkau Mahakuasa atas segala sesuatu'.'' (Ali 'Imran: 26). Apa yang dikehendaki Allah SWT jadi dan apa yang tidak dikehendaki Allah tidak akan jadi. Manusia bisa merencanakan tetapi Allah jua yang menentukan.

Silih bergantinya siang dan malam, kemenangan dan kekalahan, dan terjadinya perubahan menunjukkan kuasa Allah Sang Pencipta dan Pengatur Alam Semesta serta keterbatasan kita sebagai manusia. Firman Allah SWT, ''Sesungguhnya keadaan-Nya apabila Dia menghendaki sesuatu hanyalah berkata kepadanya, 'Jadilah!' maka terjadilah.'' (Yaa Siin: 82).

Kekalahan atau kegagalan adalah sesuatu yang paling tidak disukai banyak orang dan sulit untuk bisa diterima kecuali oleh orang-orang yang bijak dan berjiwa besar. Sebab, dia mampu melihat hikmah di balik fenomena yang terjadi. Ibarat orang yang menyelam, makin dalam dia menyelam akan semakin berpeluang mendapatkan mutiara.

Karena itu, 'memahami' kekalahan atau kegagalan, bila hanya mengandalkan syahwat indrawi, maka orang akan sering tertipu. Kegagalan atau kekalahan akan dirasakan sangat menyakitkan. Lalu, mengapa kita tidak mengambil hikmahnya? Bukankah kekalahan itu suatu kemenangan yang tertunda? Mungkin ada langkah-langkah kita yang salah, atau mungkin juga ini peringatan Allah agar kita bisa mawas diri dan menemukan yang lebih baik. Kata Rasulullah SAW, ''Dunia (kekuasaan) menurut sifatnya meninggalkan dan ditinggalkan.'' Dengan kata lain, dunia (kekuasaan/jabatan/kedudukan) tidak ada yang kekal, semua akan berubah silih berganti, datang dan pergi.

Itulah yang namanya dunia. Karena itu, kalau kita hanya silau pada kesenangan dan kenikmatan dunia, yang kita jumpai pasti hal yang tidak pasti, semu, bahkan menyakitkan. Mungkin dengan kekalahan atau kegagalan itu agar kita mau tersadar dan menundukkan kepala, barangkali kita selama ini selalu menengadah angkuh. Di sisi lain kemenangan atau keberhasilan adalah sesuatu yang tentu sangat menyenangkan. Karena menyenangkan, orang terkadang menjadi lupa diri.

Kemenangan lalu diekspresikan dengan kesombongan, congkak, dan bahkan lupa diri kepada yang memberi nikmat. Padahal, semua nikmat yang Allah berikan ada tanggung jawab dan konsekuensinya. Umar bin Abdul Aziz ketika dibaiat sebagai khalifah bukan merasa senang, tetapi justru bersedih seraya berucap, ''Inna lillahi wa inna ilaihi raji'un.'' Agaknya, beliau tahu betul di balik pengangkatan dirinya itu ada tanggung jawab yang besar di pundaknya sebagai amanah yang harus ditunaikan dan dipertanggungjawabkan di hadirat Allah SWT kelak.

Sayidina Ali bin Abi Thalib pernah berkata, ''Kekuasaan itu bagai ular berbisa, lembut disentuhnya tetapi tetap dia berbisa.'' Wallahu a'lam. (Abul Hidayat Saerodjie)


republika

Rabu, 23 Januari 2013

Air Mata Surga


t hitam pekat, tak ada kerlip bintang yang mengintip di sana. Aku merasa takut. Ganasnya malam menuntunku masuk ke dalam rumah kecilku yang hangat. Aku bergabung bersama mata-mata yang penuh kasih sayang. Bersama ayah, ibu, dan kakak perempuanku. Kami bercengkerama penuh canda. Inilah saat-saat terindah dalam hidupku, bersama orang-orang yang mengasihi dan mencintaiku dengan ketulusan yang luar biasa.
Sejenak semuanya diam. Penantian detik demi detik pada putaran jam membuat suasana menjadi hening. Terkejut aku seketika, demi mendengar penuturan ayah yang dengan saksama aku perhatikan.
“Nduk, sebaiknya kamu belajar di pondok pesantren.”ucap ayah.
“Iya Dik, dengan belajar di pondok pesantren Adik bisa belajar disiplin waktu.”timpal kakak.
Wow… Hal yang tak pernah kubayangkan sebelumnya. Bahkan terlintas di benakku pun tidak. Pondok pesantren? Tempat apa itu? Menurutku itu pasti tempat yang mengerikan. Tanpa ayah, tanpa ibu dan kakak tersayang. Tentu aku bagai dipenjara dan terpasung  jika benar-benar dipondokpesantrenkan.
Astaghfirrullah…ini mimpi buruk, bahkan teramat buruk bagiku. Dari kecil belum pernah jauh dari ayah ibu, keluarga yang penuh cinta.  Kasih sayang dan tutur kata lembut yang selalu kudengar di setiap dimensi waktu takkan sering kudengar lagi. Jika aku ditanya hal apa yang paling aku takutkan adalah jika harus berpisah dengan orang-orang yang menyayangiku. Dan aku pun sangat menyayangi mereka. Mana mungkin aku bisa berpisah dengan mereka?
Ingin hati menolak keinginan ayah. Tanganku mulai terasa dingin dengan mata berkaca-kaca. Aku tak berdaya, bahkan untuk memeluk ibu sekalipun. Ya Allah, jawaban apa yang harus kuberikan kepada ayah? Hati dan perasaan ini tak kuasa menanggung beban yang bagiku sangat berat. Segalanya menjadi rumit tak berujung.
Akhirnya kuberanikan diri untuk minta waktu kepada ayah untuk menjawab keinginan ayah. Kemudian kulangkahkan kaki menuju tempat paling istimewa di antara ruangan yang ada di rumahku. Tempat aku menangis dan tersenyum. Tempat aku menumpahkan segala rasa. Tempat di mana ciuman hangat ibu selalu mendarat di kening dan pipiku saat aku memejamkan mata dalam akhir malamku. Juga tempat di mana aku selalu dibelai manja oleh tangan ibu ketika membangunkan tidurku tiap pagi. Saat ini, di sini, di kamar ini, air mataku tak sanggup lagi kubendung. Aku menangis, semenangis-menangisnya.
Senja mulai berganti dengan malam. Tiba saat yang sangat kubenci. Aku mencium tangan kedua orang tuaku. Kuberanjak. Beralih dari dari pintu menuju motor yang akan dikemudikan oleh ayah. Tak kuat lagi aku melambaikan tangan ini ke arah pemilik mata yang indah di depan pintu. Mata indah ibu dan kakakku. Aku masih sempat meyakinkan hatiku. Yakin bahwa rencana-Nya adalah lebih baik dari rencanaku sebagai manusia yang penuh salah dan dosa. Rencana-Nya adalah yang terbaik dari seluruh rencana yang dibuat oleh siapapun, dalam kondisi apapun. Bahwa ridho orang tua adalah penentu ridho Allah, yang membuat aku agak merasa ringan melangkah.
Sampailah aku di tempat yang tak penah aku berpikir untuk menempatinya. Surga atau neraka? Aku mencoba menepis pertanyaan dalam benakku itu. Suka atau tidak. Mau atau tidak, aku harus menjalani kehidupan baruku di sini, hari demi hari. Di pondok pesantren.
Aku tidur di sebuah kamar kecil tanpa alas kasur yang empuk, yang di sebut gothak. Tiap pagi pintu kamar digedor untuk membangunkan para santri untuk sholat subuh. Suara keras pengeras suara dari mushola malah selalu memaksa. Memaksa untuk segera membuka mata yang masih mengantuk. Memaksa untuk segera ambil air wudhu. Memaksa untuk segera sholat. Entah percaya atau tidak, tiap kali mendengar adzan subuh, aku selalu menutup telingaku rapat-rapat. Suara itu menyiksaku.
ery3.jpgHari demi hari berlalu. Seperti itu dan seperti itu. Akhirnya menjadi sebuah rutinitas dan tradisi bagiku semua keadaan yang ada di pondok pesantren. Termasuk ketika harus terbangun di sepertiga malam untuk sholat tahajut. Di saat sholat tahajut inilah, air mataku selalu menetes. Barangkali saat itulah kesadaranku mulai ada. Aku merasakan begitu nista, hingga kelembutan suara adzan pun terasa bising bagiku. Aku menangis. Dan menangis. Ampuni  aku ya Allah….
Bulan pertama aku hidup dalam penjara suci. Perputaran roda kehidupan membawaku berdiri pada satu titik perubahan. Neraka buatanku itu beranjak mengindah. Penjara yang juga buatanku itu menjadi begitu nikmat. Suara adzan itu berubah menjadi suara malaikat yang penuh cinta. Gedoran pintu gothak kini menjadi dongeng yang luar biasa.
Perubahan yang begitu luar biasa, aku bisa menjalankan sholat lima waktu dengan berjamah, tiap hari bisa sholat malam, bisa belajar pada pukul 02.00 dini hari, puasa Senin-Kamis pun bisa aku jalani dengan senang hati. Semua itu bisa aku lakukan dengan rasa yang nikmat dan gembira.
Benar pesan ayah kala itu. Bahwa di pondok pesantren mencari ilmu menuju surga bukan sekadar untuk mencari banyak teman. Hal itulah yang selalu menguatkanku ketika aku merasa tersakiti oleh sikap ataupun ucapan teman-temanku. Aku hanya diam, dan berusaha tidak marah dengan semuanya. Meskipun ketika aku harus belajar, terpaksa mendengar suara musik dari handphone teman. Aku mencoba untuk bisa memahami bahwa setiap orang berbeda karakternya. Makanan ala kadarnya pun mengajariku terus bersyukur. Bersyukur masih ada makanan untuk disantap. Di sini aku belajar kehidupan, bahwa bahagia itu sederhana. Mimpi buruk akan berubah fakta yang indah ketika dijalani dengan senyuman.
Bisa menerima dan menjalali hal yang lebih baik membuatku semakin bersyukur di setiap nafas yang terhembus. Sekarang semuanya menjadi indah . Aku yakin sekarang cinta Allah menuntunku pada satu titik terang. Titik terang itulah yang kuharapkan bisa meraih surga Allah kelak. Semoga berawal dari air mata, aku sanggup menggenggam surga, menggapai ridha Illahi. Amin.

                                                                                                Karya : Tiyas IXF

PENJUAL KUE



Seorang pemuda masuk ke dalam sebuah restoran untuk memesan makanan. Tak lama kemudian makanan yang dipesan datang. Ketika pemuda itu hendak menyantap makanannya, datanglah seorang anak perempuan kecil yang sedang menjajakan kue kepadanya. “Bapak mau beli kue?”
Dengan ramah pemuda yang sedang makan tersebut menjawab, “Tidak, Dik saya sedang makan.”
Gadis kecil itu tidak tampak berputus asa dengan tawaran pertama. Ia menunggu hingga pemuda itu selesai makan, kemudian kembali ia menawarkan dagangannya, “Pak, mau beli kue, Pak?”Pemuda tersebut menjawab, “Tidak Dik, saya kan habis makan. Jadi saya sudah kenyang.”    Pemuda itu lalu membayar di kasir lalu beranjak pergi dari rumah makan tersebut. Si gadis penjaja kue itu mengikutinya. 
Sudah seharian ia menjajakan kue buatan ibunya. Ia tidak menyerah pada usahanya meskipun mungkin hanya penolakan yang ia dapatkan. Anak kecil itu berpikir untuk menawarkan sekali lagi kuenya kepada pemuda itu. Siapa tahu kue-kue itu akan dijadikan oleh-oleh untuk keluarganya di rumah.Apa yang dilakukan oleh gadis kecil itu adalah usaha gigih demi membantu ibunya menymbung kehidupan yang barangkali serba pas-pasan atau bahkan serba kekurangan. Dan usaha semacam itu tidak mungkin dimiliki oleh setiap orang. Saat pemuda itu keluar dari dari rumah makan, anak kecil penjaja kue itu menawarkan kue untuk ketiga kalinya.
“Pak, mau beli kue buatan ibu saya?” Dan, kali ini pemuda itu merasa risih untuk menolak. Kemudian dikelurkannya uang rp1.500,00 dari dompetnya dan diberikan kepada anak kecil itu.
“Dik, ambil uang ini. Saya tidak membeli kue adik. Anggap saja ini sebagai sedekah dari saya untuk Adik.” Ujarnya.
Anak itu menerima uang pemberian pemuda itu yang konon sebagai sedekah untuknya. Dan anak kecil itu memberikan uang pemberian pemuda itu kepada pengemis yang sedang meminta-minta, yang kebetulan tidak berada jauh dari tempat anak kecil dan pemuda itu berdiri. Betapa terkejutnya pemuda itu. Ia membatin, “Bagaimana anak ini? Diberi uang malah diberikan kepada orang lain.”
“Kenapa kamu berikan uangnya kepada orang lain, Dik? Mengapa tidak kamu ambil saja?” Tanya pemuda itu.
Anak penjaja kue itu tersenyum sangat lugu dan menjawab, “Saya sudah berjanji kepada ibu di rumah untuk menjualkan kue buatan beliau, bukan menjadi pengemis. Dan saya akan bangga pulang ke rumah bertemu ibu kalau kue buatan ibu habis terjual. Uang yang saya berikan kepada ibu hasil usaha kerja keras saya. Ibu tidak suka saya jadi pengemis.
Pemuda itu akhirnya memborong semua kue yang dijajakan gadis kecil itu. Bukan karena kasihan, bukan karena lapar kembali menyerang perutnya tapi karena prinsip yang dimiliki oleh anak kecil tersebut. “Kerja adalah sebuah kehormatan”. Ia akan mendapatkan uang jika sudah berusaha dengan baik, jika ia sudah bekerja dengan baik.

KALAU KITA MATI KITA BAWA APA..?



 öNs9r& Èbù'tƒ tûïÏ%©#Ï9 (#þqãZtB#uä br& yìt±øƒrB öNåkæ5qè=è% ̍ò2Ï%Î! «!$# $tBur tAttR z`ÏB Èd,ptø:$# Ÿwur (#qçRqä3tƒ tûïÏ%©!$%x. (#qè?ré& |=»tGÅ3ø9$# `ÏB ã@ö6s% tA$sÜsù ãNÍköŽn=tã ßtBF{$# ôM|¡s)sù öNåkæ5qè=è% ( ׎ÏWx.ur öNåk÷]ÏiB šcqà)Å¡»sù ÇÊÏÈ  

  
Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati mereka mengingat Allah dan kepada kebenaran yang telah turun (kepada mereka), dan janganlah mereka seperti orang-orang yang sebelumnya telah diturunkan Al kitab kepadanya, kemudian berlalulah masa yang panjang atas mereka lalu hati mereka menjadi keras. dan kebanyakan di 
antara mereka adalah orang-orang yang fasik.

Selama ini betapa banyak orang yang sibuk memikirkan bagaimana mereka 
akan menghadapi masa tua mereka, takut jika tak memiliki  harta di saat tubuh mereka sudah tak memungkinkan lagi tuk bekerja,  takut tak dapat lagi memenuhi kebutuhan di saat tak ada lagi pendapatan yang mereka andalakan. Tapi bukankah hanya itu yang mereka pikirkan , mereka tak berpikir bagaimana mencari dan mengumpulkan bekal tuk masa setelah mereka tua, mereka seakan diperbudak oleh kemuslihatan dunia yang fana, mereka dituntut untuk mencari kesejahteraan diri, kesejahteraan yang tak pernah memberikan kepuasan dan slalu menuntut manusia untuk terus mencari, mencari, dan mencari kesejahteran itu dan menjadikannya hal terpenting yang bahkan jauh lebih penting dari pada usaha untuk mencari bekal melewati masa setelah mereka tua, mereka tak pernah sadar bahwa kata “mati” ini dapat datang kapan dan di mana saja bahkan saat kita berdiri di masa ema
s kehidupan kita
Masa setelah tua adalah masa yang paling lama yang akan kita alami. Masa yang kekal abadi, masa yang siap mengungkit dan menceritakan perjalanan hidup kita entah itu baik atau buruk tanpa kita harus meberitahunya terlebih dahulu, masa ini adalah masa yang siap memberikan kita jawaban atas segala hal yang kita lakukan dalam hidup kita, masa ini adalah masa setelah kita mati

.
@yd y79s?r& ß]ƒÏym Ïpuϱ»tóø9$# ÇÊÈ   ×nqã_ãr >Í´tBöqtƒ îpyèϱ»yz ÇËÈ   ×'s#ÏB%tæ ×pt6Ϲ$¯R ÇÌÈ   4n?óÁs? #·$tR ZpuÏB%tn ÇÍÈ   4s+ó¡è@ ô`ÏB Aû÷ütã 7puÏR#uä ÇÎÈ   }§øŠ©9 öNçlm; îP$yèsÛ žwÎ) `ÏB 8ìƒÎŽŸÑ ÇÏÈ   žw ß`ÏJó¡ç Ÿwur ÓÍ_øóム`ÏB 8íqã_ ÇÐÈ   ×nqã_ãr 7Í´tBöqtƒ ×puH¿å$¯R ÇÑÈ   $pkÈŽ÷è|¡Ïj9 ×puÅÊ#u ÇÒÈ   Îû >p¨Zy_ 7puÏ9%tæ ÇÊÉÈ  
sudah datangkah kepadamu berita (Tentang) hari pembalasan? banyak muka pada hari itu tunduk terhina, bekerja keras lagi kepayahan, memasuki api yang sangat panas (neraka),diberi minum (dengan air) dari sumber yang sangat panas. mereka tiada memperoleh makanan selain dari pohon yang berduri, yang tidak menggemukkan dan tidak pula menghilangkan lapar. banyak muka pada hari itu berseri-seri, merasa senang karena usahanya, dalam syurga yang tinggi.

Adakah yang berpikir kita pasti bahagia setelah kita mati.? Atau berpikir bahwa kejahatan kita akan dilupakan setelah kita mati.? Jika kalian berpikir seperti itu maka kalian salah, siapa bilang kita pasti bahagia setelah kita mati justru setelah kita mati kita akan berada pada masa yang penuh konsekuensi,   konsekuensi atas segala tindakan yang kita lakukan di dunia, konsekunsi yang jauh lebih berat dari masa tua kita, konsekuensi yang harusnya kita persiapkan dari awal dan bukan malah menyelewengkan konsekuensi itu. Jika kita mempersiapkan semuanya dengan matang maka jawaban dari konsekuensi yang akan kita terima adalah mendapatkan kebahagiaan dan kenikmatan yang bahkan belum pernah kita bayangkan sebelumnya, sebaliknya jika kita tidak mempersiapkan semuanya dengan matang itu berarti jawaban dari konsekuensi yang kita terima adalah mendapatkan rasa pahit dan sakitnya penderitaan yang kekal.

Sayangnya, kini itu bukan lagi menjadi acuan utama seseorang untuk hidup, acuan utama seseorang hidup sekarang ini adalah menjadi yang terkaya dan terpopuler di antara rekan-rekannya, mereka berlomba dan tidak berpikir bahwa kepopuleran dan kekayaan itu yang mungkin justru menjerumuskan mereka pada penderitaan.

Orang – orang di dunia ini masih sangat gamang memikirkan kehidupan dunia, mereka terlihat santai dan tak peduli tentang masa setelah mati, mereka seakan berpikir bahwa mereka masih akan hidup 1000 tahun lagi padahal jika memang waktu itu telah tiba mereka bisa menutup mata tuk selamanya esok pagi di saat mereka sudah mempunyai banyak rencana yang akan ia lakukan.

Oleh karena itu sebelum tiba masa di mana nafas sudah tersekat di tenggorokan, lekas kumpulkan bekal, bukan bekal tuk masa tua kita melainkan bekal tuk masa setelah kita mati dan rubah segala hal yang belum benar menjadi benar dengan selalu berpikir bahwa kata “mati” siap menjemput kita kapan dan di mana saja kita berada. Mumpung belum terlambat sahabat...!
Beginilah keadaan ketika kita sudah tak dapat lagi menghirup udara segar yang nikmat ini..
                            
                                                                                                    ‘tsa’