Sesuai dengan
nama-namanya, al-Qur’an mempunyai fungsi-fungsi sebagai al-huda (petunjuk),
al-furqan (pemisah), al-syifa (penyembuh), dan al-mau izbah (nasehat), bagi
orang-orang yang beriman.
Seluruh umat Islam sepakat bahwa al-Qur’an
sebagai sumber pertama dan utama al-slam. Dalam arti, ia dijadikan sumber dari
segala sumber hukum bagi umat Islam, al-Qur’an mempunyai spesifikasi baik isi
menjadi pedoman yang bersifat abadi (eternal), menyeluruh lingkup isinya
(komprehensif), dan untuk umum keberlakuannya (universal). Dalam menyampaikan
isinya, menurut Fazlurrahman, al-Qur’an memberikan apa yang ia sebut ide moral
(pesan etik) untuk semua kehidupan.
Kuniversalan al-Qur’an juga
mengandung nilai-nilai serta norma-norma. Nilai berarti inti suatu ajaran yang
bersifat fundamental dan universal, seperti nilai keadilan dan kejujuran. Untuk
mencapai keadilan, perlu norma-norma yang berlaku adil, ancaman, kezaliman dan
ketidak adilan. Statemen-statemen nash yang mengandung norma-norma sangat banyak
dan bervariasi bentuk penuturannya sesuai dengan kebutuhan serta kondisi, baik
kondisi manusia dan kulturnya.
Sikap dan gaya penuturan al-Qur’an yang
demikian arif dan dialogis dalam menghadapi manusia adalah suatu kehebatan
(ijaz) yang tidak dapat ditandingi oleh siapapun sebagaimana dinyatakan dalam
surat Al-Baqarah dan as-Syura. Bahwa, ketika para pemimpin, sastrawan dan ahli
syair mencoba membuat syair dan tulisan-tulisan ternyata tidak satupun dari
mereka mampu menyamai al-Qur’an. Hal tersebut diakui pula oleh beberapa sarjana
Barat yang meneliti sastra dan isi al-Qur’an. Buatan manusia sebagai yang pernah
dituduhkan oleh sebagian kalangan mereka.
Ayat-ayat al-Qur’an yang
menyampaikan pesannya bersifat umum seperti disinggung diatas, selanjutnya untuk
pelaksanaan pedoman-pedomannya membutuhkan perincian dan tafsiran, seperti hal
ini dilakukan oleh Rasulullah dengan hadits-haditsnya yang berfungsi sebagai
penjelas al-Qur’an.
Seperti yang kita lihat dalam sejarah perkembangan
ilmu agama dan al-Qur’an, banyak ilmu-ilmu yang dilahirkan oleh para ilmuwan
Muslim yang digali dari sumber al-Qur’an. Yaitu ilmu-ilmu yang dipergunakan
untuk menstudi al-Qur’an yang tidak dipergunakan sebagai alat untuk menafsirkan
al-Qur’an. Yang kedua ini biasa disebut ulum al-Qur’an dalam arti luas, seperti
ilmu-ilmu atau teori-teori yang secara langsung dibangun atas dasar ayat-ayat
al-Qur’an yang kemudian dimasukkan ke dalam lingkup ilmu tertentu seperti kalam,
fikih tasawuf dan lain-lain.
Untuk menstudi al-Qur’an, sebagai objek
studi Islam, diperlukan minimal seperangkat ilmu-ilmu yang pernah ditemukan oleh
para ilmuwan Muslim. Ilmu-ilmu tersebut menjadi cabang ilmu-ilmu Al-Qur’an yang
kemudian disebut ilmu tafsir. Untuk lebih jelas, berikut disampaikan beberapa
cabang ilmu-ilmu al-Qur’an tersebut (lihat Qaththan, 1973).
1. Ilmu
Asbab Nuzul
Ilmu ini membahas sebab-sebab diturunkan suatu ayat
al-Qur’an. Apa yang melatarbelakangi sehingga suatu ayat diturunkan. Memang
tidak semua ayat diturunkan berdasarkan sebab langsung yang melatarbelakanginya,
tetapi ayat-ayat, khususnya menyangkut hukum-hukum publik, biasanya didahului
oleh suatu peristiwa.
Bahasan-bahasan yang dapat dikelompokkan ke dalam
ilmu asbab nuzul ini adalah, perhatian para ulama terhadap penelitian
sebab-sebab turun ayat; dasar-dasar penelitian asbab nuzul; berbagai rumusan
tentang sebab-sebab turun ayat; ayat-ayat mana yang turun paling awal dan
sumbernya; serta, manfaat yang diperoleh dalam studi asbab nuzul dalam
menafsirkan al-Qur’an.
Mengetahui sebab nuzul sangat penting. Pertama,
pestudi akan mengetahui pesan awal yang sebenarnya dan atau motif suatu ayat.
Dapat dipergunakan untuk menganalisis bahasa ayat sehingga disimpulkan apakah
ayat tersebut bermakna umum atau khusus.
2. Ilmu Makki-Madani
Ilmu ini membahas tempat dimana ayat-ayat al-Qur’an diturunkan, apakah di
Madinah ataupun di Makkah. Manfaat membelajarinya, antara lain seorang mussafir
tidak salah dalam menangkap semangat ayat yang diturunkan di dua tempat
tersebut, sebab kedua tempat itu mempunyai perbedaan problem sosial dan
keagamaan. 3. Ilmu Taarikh Al-Qur’an Ilmu ini membahas sejarah al-Qur’an, mulai
dari turun, ditulis dan dikumpulkan, dan berkembangnya dari waktu ke waktu
hingga sekarang. Mengetahui sejarah al-Qur’an akan membantu seorang mufassir
atau penstudi al-Qur’an untuk lebih jeli terhadap kemungkinan-kemungkinan
kesalahan dan penyalahgunaan al-Qur’an. Termasuk mengetahui pendapat-pendapat
umum yang berkembang tentang al-Qur’an, dan khususnya penyalahartian isi-isi
al-Qur’an. Hal lain, seorang penstudi akan mengetahui secara tepat bahwa semula
terdapat berbagai versi bacaan al-Qur’an, tetapi setelah adanya prakarsa
khalifah Usman bin Affan, maka versi-versi itu dapat dipersatukan melalui apa
yang kemudian disebut Mushhaf Ustmani itu. Mengetahui hal terakhir ini sangatlah
penting untuk mengetahui arti yang sebenarnya dari suatu kata dalam ayat. 4.
Ilmu Lughah wal Qira’ah Ilmu ini merupakan gabungan dari hasil-hasil kajian
tentang bahasa al-Qur’an dan cara-cara membacanya. Mengetahui secara khusus
seluk beluk bahasa al-Qur’an dan cara membacanya akan membantu muffasir atau
mereka yang mengadakan studi tanggal al-Qur’an untuk mengetahui
kesalahan-kesalahan arti yang mungkin terjadi karena bacaan yang salah dan
dialek yang berbeda. 5. Ilmu Qawaid Al- Tafsir Ilmu ini memuat kaidah-kaidah
untuk menafsirkan al-Qur’an. Kaidah-kaidah dimaksud adalah kaidah-kaidah
kebahasan dan ushul yang relevan untuk menjelaskan ayat-ayat al-Qur’an.
Mengetahui kaidah-kaidah ushul dan lughah semacam ini sangat diperlukan bagi
para mufassir al-Qur’an. Pengetahuan ini dapat membantu mufassir untuk
mengetahui maksud kebahasan sesuai dengan yang dikehendaki oleh ayat. Bahkan,
umumnya para mufassir klasik sangat menekankan analisisnya dengan menggunakan
analisis bahasa, mereka sangat percaya bahwa pekerjaan awal yang harus dilakukan
oleh para mufassir adalah mendekati ayat secara kebahasan sebelum yang lain. 6.
Ilmu Gaya dan Struktur Al-Qur’an Istilah ini dipakai oleh penulis untuk
menghimpun beberapa temuan para ilmuwan Muslim tentang beberapa unsur yang
berkaitan dengan gaya al-Qur’an dalam mengungkap dirinya, dan unsur-unsur
struktur al-Qur’an. Unsur-unsur ilmu semacam ini bersifat spesifik yang terdapat
dalam al-Qur’an yang perlu diketahui oleh mufassir atau penstudi al-Qur’an.
Kedua cabang ini akan membantu mereka mengetahui watak dasar serta ciri-ciri
luar al-Qur’’an. Muhammad Hatta bin Teuku Hamdan Penulis adalah mahasiswa FAI,
Program Ulama Tarjih (PPUT) Universitas Muhammadiyah Malang (UMM). [
hattaramlah@webmail.umm.ac.id ]
alhikmah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar